• Antara Aku dan Rokok-Rokokku..
  • Jeritan Akan Keadaan..
  • Dan dunia yang semakin sesak..

NIKMAT dibalik SENGSARA

Suatu hari, seekor anak kerang yang berada jauh di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir yang amat tajam memasuki tubuhnya yang merah dan amat lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebelah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.” Si ibu terdiam, sejenak, “Aku tahu bahwa itu sakit anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu, jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang terasa menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang sementara bisa kau perbuat sambil berdoa kepada Tuhan ”, ujar sang ibu dengan merdu.
Anak kerang pun menjalani nasehat sang bunda. Ada hasil yang ia rasa, tetapi rasa sakit kadang masih menghampiri. Kadang di tengah kesakitan yang di alaminya, ia kerap meragukan nasehat ibunya. Dengan bermodal doa dan kucuran air matanya ia bertahan hingga bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin menghalus. Rasa sakit tersa semakin lebih wajar.
Akhirnya setelah sekian tahun, sebutir mutiara besar utuh mengkilap dan berharga mahal pun terbentuk sempurna. Penderitaan yang selama ini dialaminya pun berubah menjadi mutiara , air matanya pun berubah menjadi sangat berharga. Dirinya pun kini, sebagai hasil deritanya bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang hanya disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan ataupun tempat-tempat makan.
Cerita di atas adalah sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan “kerang biasa” menjadi “kerang luar biasa”. Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah “orang biasa” menjadi “orang luar biasa”. Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak kuat dalam menjalani cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki, menjadi ‘kerang biasa’ yang disantap orang atau menjadi ‘kerang penghasil mutiara’. Sayangnya, saat ini banyak orang yang hanya memiliki keinginan pada pilihan kedua tetapi yang mereka lakukan di alam nyata adalah memilh menjadi pilihan pertama.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakkan, kekecewaan, patah hati atau terluka karena diri sendiri, orang di sekitar kita atau bahkan keadaan. Cobalah tetap tersenyum untuk berjalan di lorong tersebut sambil berkata dalam hati “Airmataku diperhitungkan Tuhan dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara.” SEMOGA....
NOTE : Sebagai tambahan transendental diasumsikan oleh penulis adalah sebuah hubungan transparansi antara manusia dan Sang Khalik dalam sebuah abstraksi. Sebuah transformasi yang ditawarkan dleh-Nya pada kita sebagai umat-Nya.
0 Responses

 

hope you like jamming too . . . Design by Insight © 2009